Minggu, 30 Desember 2007

PENGGUNAAN MEDIA PADA PENGAJARAN MATEMATIKA

Oleh : Sujianto, S.Pd *

Pendahuluan

Upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia, khusunya peningkatan mutu pendidikan matematika masih terus diupayakan, karena sangat diyakini bahwa matematika induk dari ilmu pengetahuan yang lain. Dalam berbagai diskusi pendidikan di Indonesia salah satu sorotan adalah mutu pendidikan yang rendah bila dibandingkan dengan mutu pendidikan negara lain. Salah asatu indikator adalah mutu pendidikan matematika yang diduga telah tergolong memprihatinkan yang ditandai dengan rendahnya nilai rata-rata matematika siswa di sekolah lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai mata pelajran lain. Bahkan banyak diperbincangkantentang nilai ujian akhir nasional (UN) bidang studi matematika yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan bidang studi lainnya. Bukan hanya pada UN saja yang menunjukkan hasil pendidikan matematika yang rendah, hal lain dapat dilihat pada tingkat prestasi Olimpiade Matematika tingkat SMA yang nilai rata-ratanya lebih rendah dibandingkan dengan dengan olimpiade mata pelajaran lainnya. Hal ini disebabkan rendahnya penguasaan konsep dasar matematika masih kurang antara lain dalam memahami rumus, generalisasi, dan konteks kehidupan nyata dengan ilmu matematika. Bahkan diperoleh keterangan 80% dari peserta memiliki penguasaan konsep dasar matematika yang sangat lemah.

Dalam upaya penongkatan kualitas pendidikan, maka perlu di diadakan terobosan-terobosan, baik di dalam pengembangan kurikulum, inovasi pembelajaran dan pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan. Untuk meningkatkan prestasi pendidikan maka guru dituntut untuk membuat pembelajaran yang lebih inovatif yang mendorong siswa untuk dapat belajar lebih optimal baik di dalam belajar mandiri atau di dalam kelas.

Agar pembelajaran lebih optimal maka media pembelajaran harus efektif dan selektif dengan disesuaikan dengan keadaan peserta didik pada saat proses belajar.

Dalam hal peningkatan mutu pendidikan, guru juga ikut memegang peranan penting dalam peningktan kualitas siswa dalam belajar matematika dan guru harus benar-benar memperhatikan, memikirkan dan sekaligus merencanakan proses belajar mengajar yang menarik bagi siswa, agar siswa berminat dan bersemangat belajar dan mau terlibat dalam proses belajar mengajar, sehingga pengajaran tersebut menjadi efektif (Slameto, 1987:). Untuk dapat mengajar dengan efektif seorang guru harus banyak menggunakan metode, sementara metode dan sumber itu terdiri atas media dan sumber pengajaran (Suryosubroto, 1997). Disamping itu, seorang pendidik dalam belajar mengajar pada proses belajar mengajar hendaknya menguasai bahan ajaran dan memahami teori-teori belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli, sehingga belajar matematika itu bermakna bagi siswa sebab menguasai matematika yang kan diajarkan merupakan syarat esensial bagi guru matematika karena penguasaan materi belum cukup untuk membawa peserta didik berpartisipasi secara intelektual (Hudojo,Herman 1988:7).

Belajar Matematika

Untuk mengatasi dan meningkatkan mutu pendidikan matematika yang selama ini sangat rendah, dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain meningkatkan metode dan kualitas guru agar memiliki dasar yang mantap sehingga dapat mentransfer ilmu dalam mempersiapkan kualitas sumber daya manusia. Secara umum, pendidikan sebenarnya merupakan suatu faktor rangkaian kegiatan komunikasi antar manusia. Kegiatan tersebut dalam dunia pendidikan disebut dengan kegiatan prses belajar mengajar yang dipengaruhi oleh faktor yang menentukan keberhasilan siswa. Sehubungan dengan faktor yang menentukan keberhasilan siswa dalam belajar ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa untuk belajar, yaitu: (1) faktor internal, yaitu yang muncul dari dalam diri sendiri, dan (2) faktor eksternal, yaitu faktor yang muncul dari luar diri sendiri (Slameto, 1987).

Selain itu matematika merupakan suatu disiplin ilmu yang mempunyai kekhususan dibandingkan dengan disiplin ilmu lainnya yang harus memperhatikan hakekat matematika dan kemampuan siswa dalam belajar. Tanpa memperhatikan faktor tersebut tujuan kegiatan belajar tidak akan berhasil. Seorang dikatakan belajar bila dapat diasumsikan dalam diri orang tersebut terjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku tersebut dapat diamati dan berlangsung dalam waktu yang relatif lama disertai usaha yang dilakukan sehingga orang tesebut dari tidak mampu mengerjakan sesuatu menjadi mampu mengerjakannya (Hudojo, Herman, 1988). Dalam proses belajar matematika, prinsip belajar harus terlebih dahulu dipilih, sehingga sewaktu mempelajari matematika dapat berlangsung dengan lancar, misalnya mempelajari konsep B yang mendasarkan pada konsep A, seseorang perlu memahami lebih dahulu konsep A. Tanpa memahami konsep A, tidak mungkin orang itu memahami konsep B. Ini berarti mempelajari matematika haruslah bertahap dan berurutan serta mendasarkan pada pengalaman belajar yang lalu (Hudojo, Herman, 1988).

Dalam menjelaskan konsep baru atau membuat kaitan antara materi yang telah dikuasai siswa dengan bahan yang disajikan dalam pengajaran matematika, akan membuat siswa siap mental untuk memasuki persoalan-persoalan yang akan dibicarakan dan juga dapat meningkatkan minat dan prestasi siswa terhadap materi pelajaran matematika.Sehubungan dengan hal diatas, kegiatan belajar mengajar matematika yang terputus-putus dapat mengganggu proses belajar mengajar ini berarti proses belajar mengajar akan terjadi dengan lancar bila belajar itu sendiri dilaksanakan secara kontinyu (Hudojo, Herman, 1998). Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang akan lebih mudah untuk mempelajari sesuatu apabila belajar didasari pada apa yang telah diketahui sebelumnya karena dalam mempelajari materi matematika yang baru, pengalaman sebelumnya akan mempengaruhi kelancaran proses belajar matematika.

Media dalam Pembelajaran

Media sangat berperan dalam mningkatkan kualitas pendidikan, termasuk untuk peningkatan kualitas pendidikan matematika. Media pendidikan dapat dipergunakan untuk membangun pemahaman dan penguasaan objek pendidikan. Beberapa media pendidikan yang sering dipergunakan dalam pembelajaran diantaranya media cetak, elektronik, model dan peta (Kreyenbuhl, 1991). Media cetak banyak dipergunakan untuk pembelajaran dalam menjelaskan materi yang kompleks sebagai pendukung baku ajar. Pembelajaran dengan menggunakan media cetak akan lebih efektif jika bahan ajar sudah dipersiapkan dengan baik yang dapat memberikan kemudahan dalam menjelaskan konsep yang diinginkan kepada siswa.

Media elektronik seperti video banyak digunakan di dalam pembelajaran sain. Penggunaan video sangat baik dipergunakan untuk membantu pembelajaran, terutama untuk memberikan penekanan pada materi kuliah yang sangat penting untuk diketahui oleh mahasiswa. Harus disadari bahwa video bukan diperuntukkan untuk menggantungkan pengajaran pada materi yang diperlihatkan pada video, sehingga pengaturan penggunan waktu dalam menggunakan video sangat perlu, misalnya 20 menit. Inovasi model pembelajaran dengan menggunakan video dalam percoban yang menuntut ketrampilan seperti pada kegiatan praktikum sangat efektif bila dilakukan dengan penuh persiapan. Sebelum praktikum dimulai, video dipergunakan untuk membantu siswa memberikan arahan terhadap apa yang harus mereka amati selama percobaan. Selanjutnya video diputar ulang kembali pada akhir praktikum untuk mengklarifikasi hal-hal penting yang harus diketahui oleh siswa dari percobaan yang telah dilakukan (Situmorang, 2003).

Media lain yang dipergunakan dalam pembelajran sain adalah petakonsep. Penggunaan media petakonsep di dalam pendidikan sudah dilakukan sejak tahun 1977, yaitu dalam pengajaran Biologi (Novak, 1977), dan sejak itu media peta konsep berkembang dan telah dipergunakan dalam pembelajaran sain. Media petakonsep bertujuan untuk membangun pengetahuan siswa dalam belajar secara sistematis, yaitu sebagai teknik untuk meningkatkan pengetahuan siswa dalam penguasaan konsep belajar dan pemecahan masalah (Pandley, dkk. 1994). Petakonsep merupakan media pendidikan yang dapat menunjukkan konsep ilmu yang sistematis, yaitu dimulai dari inti permasalahan sampai pada bagian pendukung yang mempunyai hubungan satu dengan lainnya, sehingga dapat membentuk pengetahuan dan mempermudah pemahaman suatu topik pelajaran. Langkah yang dilakukan dalam inovasi model pembelajaran petakonsepadalah memikirkan apa yang menjadi pusat topik yang akan diajarkan, yaitu sesuatu yang dianggap sebagai konsep inti dimana konsep-konsep pendukung lain dapat diorganisasikan terhadap konsep inti, kemudian menuliskan kata, peristilahan dan rumus yang memiliki arti, yaitu yang mempunyai hubungan dengan konsep inti, dan pada akhirnya membentuk satu peta hubungan integral dan saling terkait antara konsep ata-bawah-samping (Situmorang,dkk. 2000).

Belajar akan mempunyai kebermaknaan yang tinggi dengan menjelaskan hubungan antara konsep-konsep (Dahar, 1989:132). Berarti konsep dapat dipahami melalui hubungan atau interaksinya dengan konsep yang lain. Salah satu cara untuk menjelaskan menjelaskan dan mengaitkan hubungan antara konsep-konsep adalah petakonsep. Media petakonsepmerupakan media pendidikan yang dapat menunjukkan konsep ilmu yang sistematis, yaitu dimulai dari inti permasalahan sampai pada bagian pendukung yang mempunyai hubungan satu dengan lainnya, sehingga dapat membentuk pengetahuan dan mempermudah pemahaman suatu topik pelajaran (Pandley, dkk 1994). Langkah yang dilakukan dalam membuat media petakonsepadalah memikirkan apa yang menjadi pusat topik yang akan diajarkan, yaitu sesuatu yang dianggap sebagai konsep inti dimana konsep-konsep pendukung lain dapat diorganisasikan terhadap konsep inti, kemudian menuliskan kata, peristilahan dan rumus yang memiliki arti, yaitu yang mempunyai hubungan dengan konsep inti, sehingga pada akhirnya membentuk satu peta hubungan integral dan saling terkait antara konsep atas-bawah-samping (Nakhleh, 1994).

Cara belajar menggunakan bantuan peta konsep merupakan cara untuk meningkatkan hasil belajar (Novak dan Growing dalam Nakhleh, 1996). Selain itu petakonsep dapat membantu siswa untuk memahami materi pelajaran yang diperoleh karena tidak hanya sekedar hafalan, melainkan betul-beltul mengidentifikasikan konsep yang diperoleh (Novak dalam Domin, 11996). Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa petakonsep menyediakan skema-skema untuk menganalisis stimulus-stimulus baru, dan untuk menentukan hubungan di dalam dan di antara kategori-kategori. Belajar petakonsep merupakan hasil utama pendidikan. Petakonsep merupakan batu-batu pembangun (building blocks) berpikir. Petakonsep merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Penggunaan media peta konsep dalam pendidikan pertama kali diperkenalkan pada tahun 1997 saat mengajarkan pokok bahasan sistematika dalam mata pelajaran biologi (Novak dalam Pandley, 1977). Beberapa penelitian penggunaan petakonsep dalam pelajaran kimia juga telah dilakukan (Padley, dkk. 1997 ; Nakhleh, 1994). Efektifitas medi petakonsep dalam pengajaran di sekolah menegah umum di Sumatera Utara telah dijelaskan (Situmorang, dkk.2001 dan Purba, dkk. 1997). Penelitian dilakukan terhadap siswa kelas satu SMU dengan melakukan menggunakan metode petakonsep dan metode ceramah sebagai kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengajaran menggunakan metode petakonsep dapat meningkatakan penguasaan siswa terhadap materi kimia memotivasi siswa belajar lebih sistematis dalam pemecahan masalah kimia. Walaupun metode petakonsep telah banyak digunakan untuk bidang eksakta, akan tetapi media pendidikan ini masih sedikit digunakan dalam pengajaran matematika. Untuk mengetahui bahwa penggunaan media petakonsep efektif dalam meningkatkan prestasi belajar matematika siswa khususnya pada materi pangkat Rasional dan bentuk akar, maka telah diadakan penelitian dengan pengajaran materi pangkat rasional dan bentuk akar di SMU.

Untuk menganalisis data yang diperoleh dari hasil tes dilakukan langkah-langkah meliputi: tingkat penguasaan, ketuntasan belajar, dan ketercapaian TPK. Tingkat penguasaaan siswa pada materi pangkat rasional dan bentuk akar. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat penguasaan siswa terhadap materi tersebut adalah dengan menggunakan konversi lima atau skala lima norma absolut (Nurkancana, 1986). Ketuntasan belajar dinyatakan apabila siswa telah mencapai skor 65% dan suatu kelas telah tuntas belajar bila 85% yang mencapai daya serap 65%, sedangkan ketercapaian TPK dikatakan telah tuntas apabila 70% dari TPK yang telah ada dan telah tuntas diajarkan. (Depdikbud, Erdawati, 2000).

* (Pengajar Matematika di SMA Negeri 1 Singosari)